PEMAIN
* Aulia Sarah sebagai Almira
* Vino G. Bastian sebagai Arok
* Yogi Finanda sebagai Mojo
* Andhika Pratama sebagai Yoji
* Girindra Kara sebagai Maia
Almira, Arok, Mojo, dan Yoji adalah 4 anak punk yang berasal dari Kota Malang. Suatu hari, Arok berniat bunuh diri dengan meloncat dari kantor Departemen Agama setelah mendapat kabar bahwa pujaan hatinya Maia hendak menikah dengan pemuda lain di Jakarta 5 hari lagi. Untunglah aksi tersebut dapat dicegah oleh 3 sahabatnya, lalu Arok berinisiatif ke Jakarta untuk menggagalkan pernikahan Maia dan menyatakan cinta kepadanya. Setelah berpamitan dengan ibu Mojo di kuburan, keempat anak punk tersebut ikut naik truk merah menuju Yogyakarta, dan dari sana mereka berencana mencari tumpangan lain ke Jakarta.
Malangnya, mereka terbawa truk yang salah. Alih-alih ke Yogya, mereka malah terbawa ke Gunung Bromo. Malam hari terpaksa mereka lewatkan dengan tidur di emperan warung. Paginya, mereka membantu pemilik warung bersih-bersih. Sebagai imbalannya, mereka dijamu makan di sana.
Menumpang jeep, mereka berempat menuju ke barat. Jeep tersebut membawa mereka ke Makam Bung Karno di Blitar. Mojo yang mengagumi sosok Bung Karno mendeklamasikan teks proklamasi di depan makam. Setelah itu, mereka menaiki mobil rusak yang diderek ke Cepu, Blora. Di dalam mobil, mereka berdiskusi hebat mengenai masalah anti-kemapanan.
Di tempat tujuan, mereka bertemu dengan seorang penjual sate Madura dan meminta buatkan 40 tusuk sate. Namun karena keempat anak punk tadi memberi tukang sate itu dengan uang Rp6.000,-, tukang sate itu marah sambil menghunus celurit. Hampir saja keempat anak punk itu dihabisi kalau Arok tidak meneriakkan kata-kata penyesalan untuk Maia karena tak berhasil menyatakan cinta. Tukang sate itu mengampuni mereka atas dasar kesamaan nasib. Dirinya gagal menikah dengan pujaan hatinya Tiwi karena orang tua Tiwi berniat menjodohkan anaknya dengan seorang juragan garam. Tidak itu saja, mereka dibolehkan membeli 20 tusuk sate tanpa lontong seharga Rp6.000,- asalkan mereka sendiri yang membakar.
Almira, Arok, Mojo, dan Yoji meneruskan perjalanan ke Semarang dengan menumpang minibus. Di tengah perjalanan, Yoji merasa ingin buang air besar akibat sate yang dimakan semalam. Akhirnya, Yoji buang air besar di jendela, tapi tinja-nya malah mengenai mobil di belakangnya, yang ternyata dikemudikan anggota TNI-AD. Sebagai hukuman, Arok, Mojo, dan Yoji dihukum ''push-up'' di depan sebuah kelenteng, sementara Almira disuruh membersihkan tinja yang bercokol di kaca mobil.
Mereka meneruskan perjalanan ke Rembang, Rembang|Rembang. Di permukiman Tionghoa di pinggir pantai, Mojo melihat poster bergambar Yoji yang sedang main basket. Mojo tertawa karena merasa pose Yoji konyol, sehingga mengundang 3 sahabatnya mendekat. Setelah mengamati, Almira dan Arok juga ikut tertawa. Tinggallah Yoji yang marah dan meninggalkan mereka ke pinggir pantai. Almira menyusul dan mengatakan kalau Yoji terlihat menjijikkan di poster itu. Akhirnya, Yoji ikut tertawa.
Setelah itu, mereka menumpang truk pengangkut tepung terigu ke Semarang. Di Semarang, mereka turun di suatu tempat yang sedang dilanda banjir. Terpaksalah Arok, Mojo, dan Yoji berjalan sambil menggotong Maia yang tentunya tidak mungkin menanggalkan pakaian bawah. Akhirnya, mereka semua tercebur ke air karena Yoji merasa ada yang lewat di kakinya. Malam harinya, mereka menumpang kereta api barang setelah membantu membereskan sampah yang dibawa seorang pemulung tua. Selama perjalanan, Arok bermimpi disodomi oleh bapak-bapak yang memisahkan dirinya dengan Maia dan teman-temannya menertawakannya. Setiba di Stasiun Notog Kabupaten Banyumas, mereka menumpang mobil ambulans yang membawa mereka ke Kota Cirebon. Perjalanan ini diwarnai dengan sopir yang terkantuk-kantuk, sehingga ugal-ugalan dalam mengemudikan mobil. Keempat anak punk itu ketakutan. Mengikuti Mojo, mereka berdoa kepada Tuhan agar selamat dalam perjalanan, padahal sebelumnya Almira, Arok, dan Yoji mengingkari keberadaan Tuhan.
Setiba di Cirebon, mereka semua kelaparan. Yoji dan Almira mengamen di jalanan dengan menyanyi dangdut dan berjoget. Arok dan Mojo awalnya tidak mau ikut karena malu ketahuan bergaya dangdut oleh grup punk lain, tapi demi perut akhirnya mereka turut pula meramaikan. Seusai makan nasi bungkus, Almira kelabakan karena datang bulan. Mereka berempat segera datang ke sebuah warung membeli 2 pembalut, dan pemilik warung menyediakan 2 bungkus. Arok merobek salah satu bungkusan dan menunjukkan 2 lembar pembalut karena uangnya kurang. Pemilik warung marah dan menuntut mereka membayar bungkusan yang dirobek. Lalu Almira terlibat bisik-bisik dengan Arok dan Mojo dan merencanakan untuk melempar uang dan membawa lari bungkusan, sementara Yoji berusaha membujuk pemilik warung. Tak dinyana, karena mendengar 3 anak punk itu berbisik-bisik dalam bahasa Jawa atau Jawa Timuran, pemilik warung itu mengizinkan 2 pembalut bungkus itu dibawa karena ternyata ia berasal dari Malang.
Pada malam harinya, Arok dkk. hendak meneruskan perjalanan ke Jakarta, tapi ternyata Mojo tampak lemah. Setelah diperiksa, ternyata luka di kakinya – akibat terjatuh saat menggotong Almira di Semarang – terinfeksi kuman tetanus. Mereka pun datang ke klinik terdekat, namun ditolak masuk oleh resepsionis dan satpam yang beralasan klinik penuh. Sambil mengeluarkan sumpah serapah, Arok putus asa dan hendak pulang ke Malang, karena percuma saja membawa serta Mojo yang sedang sekarat ke Jakarta. Terbata-bata Mojo berkata untuk jangan pulang ke Malang, karena akan sia-sia saja bila dirinya kelak mati bila sahabatnya gagal meraih keinginannya. Akhirnya, Arok dan Yoji berinisiatif menculik dokter klinik tersebut yang baru pulang kerja, dan memintanya mengobati Mojo.
Mereka akhirnya tiba di Stasiun Jatinegara, Jakarta. Memasuki jalanan yang padat, Arok menunjukkan cincin yang dicurinya dari toko cenderamata di Bromo untuk diserahkan kepada Maia. Ketiga sahabatnya marah karena semestinya cincin itu bisa dijual untuk makan. Mojo yang emosi menonjok muka Arok, dan tanpa sengaja menubruk seorang pejalan kaki. Pejalan kaki itu menubruk seseorang yang duduk di warung, yang ternyata Leo , preman di wilayah itu. Leo menghajar si pejalan kaki, yang kemudian menunjuk Arok sebagai orang yang menubruknya. Akhirnya Leo melepas pejalan kaki, dan gantian menyerang Arok dan membuatnya terkapar. Polisi keburu datang, lalu Leo melarikan diri bersama anak buahnya. Sebelum itu, ia sempat membawa cincin Arok yang terjatuh.
* Aulia Sarah sebagai Almira
* Vino G. Bastian sebagai Arok
* Yogi Finanda sebagai Mojo
* Andhika Pratama sebagai Yoji
* Girindra Kara sebagai Maia
Almira, Arok, Mojo, dan Yoji adalah 4 anak punk yang berasal dari Kota Malang. Suatu hari, Arok berniat bunuh diri dengan meloncat dari kantor Departemen Agama setelah mendapat kabar bahwa pujaan hatinya Maia hendak menikah dengan pemuda lain di Jakarta 5 hari lagi. Untunglah aksi tersebut dapat dicegah oleh 3 sahabatnya, lalu Arok berinisiatif ke Jakarta untuk menggagalkan pernikahan Maia dan menyatakan cinta kepadanya. Setelah berpamitan dengan ibu Mojo di kuburan, keempat anak punk tersebut ikut naik truk merah menuju Yogyakarta, dan dari sana mereka berencana mencari tumpangan lain ke Jakarta.
Malangnya, mereka terbawa truk yang salah. Alih-alih ke Yogya, mereka malah terbawa ke Gunung Bromo. Malam hari terpaksa mereka lewatkan dengan tidur di emperan warung. Paginya, mereka membantu pemilik warung bersih-bersih. Sebagai imbalannya, mereka dijamu makan di sana.
Menumpang jeep, mereka berempat menuju ke barat. Jeep tersebut membawa mereka ke Makam Bung Karno di Blitar. Mojo yang mengagumi sosok Bung Karno mendeklamasikan teks proklamasi di depan makam. Setelah itu, mereka menaiki mobil rusak yang diderek ke Cepu, Blora. Di dalam mobil, mereka berdiskusi hebat mengenai masalah anti-kemapanan.
Di tempat tujuan, mereka bertemu dengan seorang penjual sate Madura dan meminta buatkan 40 tusuk sate. Namun karena keempat anak punk tadi memberi tukang sate itu dengan uang Rp6.000,-, tukang sate itu marah sambil menghunus celurit. Hampir saja keempat anak punk itu dihabisi kalau Arok tidak meneriakkan kata-kata penyesalan untuk Maia karena tak berhasil menyatakan cinta. Tukang sate itu mengampuni mereka atas dasar kesamaan nasib. Dirinya gagal menikah dengan pujaan hatinya Tiwi karena orang tua Tiwi berniat menjodohkan anaknya dengan seorang juragan garam. Tidak itu saja, mereka dibolehkan membeli 20 tusuk sate tanpa lontong seharga Rp6.000,- asalkan mereka sendiri yang membakar.
Almira, Arok, Mojo, dan Yoji meneruskan perjalanan ke Semarang dengan menumpang minibus. Di tengah perjalanan, Yoji merasa ingin buang air besar akibat sate yang dimakan semalam. Akhirnya, Yoji buang air besar di jendela, tapi tinja-nya malah mengenai mobil di belakangnya, yang ternyata dikemudikan anggota TNI-AD. Sebagai hukuman, Arok, Mojo, dan Yoji dihukum ''push-up'' di depan sebuah kelenteng, sementara Almira disuruh membersihkan tinja yang bercokol di kaca mobil.
Mereka meneruskan perjalanan ke Rembang, Rembang|Rembang. Di permukiman Tionghoa di pinggir pantai, Mojo melihat poster bergambar Yoji yang sedang main basket. Mojo tertawa karena merasa pose Yoji konyol, sehingga mengundang 3 sahabatnya mendekat. Setelah mengamati, Almira dan Arok juga ikut tertawa. Tinggallah Yoji yang marah dan meninggalkan mereka ke pinggir pantai. Almira menyusul dan mengatakan kalau Yoji terlihat menjijikkan di poster itu. Akhirnya, Yoji ikut tertawa.
Setelah itu, mereka menumpang truk pengangkut tepung terigu ke Semarang. Di Semarang, mereka turun di suatu tempat yang sedang dilanda banjir. Terpaksalah Arok, Mojo, dan Yoji berjalan sambil menggotong Maia yang tentunya tidak mungkin menanggalkan pakaian bawah. Akhirnya, mereka semua tercebur ke air karena Yoji merasa ada yang lewat di kakinya. Malam harinya, mereka menumpang kereta api barang setelah membantu membereskan sampah yang dibawa seorang pemulung tua. Selama perjalanan, Arok bermimpi disodomi oleh bapak-bapak yang memisahkan dirinya dengan Maia dan teman-temannya menertawakannya. Setiba di Stasiun Notog Kabupaten Banyumas, mereka menumpang mobil ambulans yang membawa mereka ke Kota Cirebon. Perjalanan ini diwarnai dengan sopir yang terkantuk-kantuk, sehingga ugal-ugalan dalam mengemudikan mobil. Keempat anak punk itu ketakutan. Mengikuti Mojo, mereka berdoa kepada Tuhan agar selamat dalam perjalanan, padahal sebelumnya Almira, Arok, dan Yoji mengingkari keberadaan Tuhan.
Setiba di Cirebon, mereka semua kelaparan. Yoji dan Almira mengamen di jalanan dengan menyanyi dangdut dan berjoget. Arok dan Mojo awalnya tidak mau ikut karena malu ketahuan bergaya dangdut oleh grup punk lain, tapi demi perut akhirnya mereka turut pula meramaikan. Seusai makan nasi bungkus, Almira kelabakan karena datang bulan. Mereka berempat segera datang ke sebuah warung membeli 2 pembalut, dan pemilik warung menyediakan 2 bungkus. Arok merobek salah satu bungkusan dan menunjukkan 2 lembar pembalut karena uangnya kurang. Pemilik warung marah dan menuntut mereka membayar bungkusan yang dirobek. Lalu Almira terlibat bisik-bisik dengan Arok dan Mojo dan merencanakan untuk melempar uang dan membawa lari bungkusan, sementara Yoji berusaha membujuk pemilik warung. Tak dinyana, karena mendengar 3 anak punk itu berbisik-bisik dalam bahasa Jawa atau Jawa Timuran, pemilik warung itu mengizinkan 2 pembalut bungkus itu dibawa karena ternyata ia berasal dari Malang.
Pada malam harinya, Arok dkk. hendak meneruskan perjalanan ke Jakarta, tapi ternyata Mojo tampak lemah. Setelah diperiksa, ternyata luka di kakinya – akibat terjatuh saat menggotong Almira di Semarang – terinfeksi kuman tetanus. Mereka pun datang ke klinik terdekat, namun ditolak masuk oleh resepsionis dan satpam yang beralasan klinik penuh. Sambil mengeluarkan sumpah serapah, Arok putus asa dan hendak pulang ke Malang, karena percuma saja membawa serta Mojo yang sedang sekarat ke Jakarta. Terbata-bata Mojo berkata untuk jangan pulang ke Malang, karena akan sia-sia saja bila dirinya kelak mati bila sahabatnya gagal meraih keinginannya. Akhirnya, Arok dan Yoji berinisiatif menculik dokter klinik tersebut yang baru pulang kerja, dan memintanya mengobati Mojo.
Mereka akhirnya tiba di Stasiun Jatinegara, Jakarta. Memasuki jalanan yang padat, Arok menunjukkan cincin yang dicurinya dari toko cenderamata di Bromo untuk diserahkan kepada Maia. Ketiga sahabatnya marah karena semestinya cincin itu bisa dijual untuk makan. Mojo yang emosi menonjok muka Arok, dan tanpa sengaja menubruk seorang pejalan kaki. Pejalan kaki itu menubruk seseorang yang duduk di warung, yang ternyata Leo , preman di wilayah itu. Leo menghajar si pejalan kaki, yang kemudian menunjuk Arok sebagai orang yang menubruknya. Akhirnya Leo melepas pejalan kaki, dan gantian menyerang Arok dan membuatnya terkapar. Polisi keburu datang, lalu Leo melarikan diri bersama anak buahnya. Sebelum itu, ia sempat membawa cincin Arok yang terjatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
❢WARNING❢ FOR KAWAN ☆DUNIA ♥ T-WEKZ LIB'Z☆
✔ Ber Caz Ciz Cuz lah dengan penuh KESOPANAN
✔ Jangan ada kata PENGHINAAN, PELECEHAN dan SPAMMER
✔ You FOLLOW, I FOLLBACK dan NO LINK AKTIF
✔ Untuk EMO, kawan DuTie tinggal ketik sbb :: ▸Bingunk ▸He..86x ▸Cinta ▸Hu um ▸Huhh ▸Ide ▸Keren ▸Malu ▸Marah ▸Nangis ▸Emmm ▸Yeek ▸Sedih ▸Ouw ▸Whaha
Ω TERIMAKASIH,, ATAS KUNJUNGANNYA KAWAN DUTIE Ω