Pada saat saya membuka
facebook. Saya melihat ada
status dari kawan saya
Pato Bonek X-friend. Katanya “
WAJIB DI WOCO” maksudnya adalah
WAJIB DIBACA. Dia dapet ini hasil
COPAS. Makanya saya akan
COPAS balik untuk dulurd bonek disini. Ocae dech. Ini ditulis oleh
seorang penyiar radio swasta yang bernama
Joyce Letik (kata kawan saya Pato) dan
wajib dibaca untuk yang benci dengan AREK BONEK.
LEK AKU BONEK KOEN KATE LAPO.
Membaca dan merenungkan dalam dalam makna kalimat yang sering diucapkan oleh Suporter pendukung Pesebaya ini, membuatku tergetar dan merasakan suatu spirit luar biasa yang bernyali berani. Ketika aku berada di kejauhan dan hanya melihat mereka dari luar, jujur harus kuakui aku memiliki pikiran dan penilaian yang sangat tidak adil bagi keberadaan mereka. Dalam benakku mereka hanya kumpulan orang orang yang memiliki citra negatif yg lebih besar dibanding hal hal positifnya. Ditambah lagi dengan kenyataan pahit anakku menjadi salah satu diantara mereka yang tumbuh menjadi anak yang kasar dan pemberontak ketika pokok bahasan kami tentang NGAPAIN KAMU HARUS IKUT IKUTAN JADI BONEK?
Pertentangan keras selalu terjadi di antara kami berdua, penolakanku secara tegas untuk tidak akan mensupportnya ketika dia melakukan hal hal yang berbau Dunia Bajoel Ijo ini, membuatnya menjadi bungkam dan melakukan hal hal yang menyangkut kesenangannya itu di luar sepengetahuanku. Betapa marahnya aku sebagai seorang ibu dengan dua putra yang harus berhadapan dengan anakku sendiri yang kurasa tidak menghargaiku sebagai orang tuanya hanya karena masalah dia ingin menonton langsung pertandingan bola dari Club kesayangannya itu (dan aku yakin perasaan cemas dan marah ini tidak hanya aku saja yg merasakan, tetapi juga beberapa orang tua yang memiliki anak dengan kesenangan yang sama dengan anakku).
Pencitraan buruk terus memenuhi otak bawah sadarku, hingga apapun alasannya aku tidak mau menerima kenyataan anakku menjadi Seorang BONEK. Hingga suatu saat oleh sahabat relawan Surabaya Peduli dari Komunitas Nol Sampah (Mas Wawan Sumbawa dan Mbak Hanie Ismail) dan Mas Teguh (Komunitas Jurnalis Peduli Lingkungan) aku dikenalkan dan diajak untuk mensupport aktivitas sosial peduli lingkungan dengan mecabut Paku yang ada di pohon di Surabaya dari sekumpulan Bonek yang kemudian hari aku mengenal istilah elemen (istilah yang bonek gunakan sebagai wadah berkumpulnya anggota mereka) mereka Bonek Garis Hijau. Hati dan otakku mulai tidak sinkron melihat kenyataan ini, Koq ada ya... koq bisa ya... ahhh mungkin hanya sekedar popularitas saja yang mereka cari. baiklah aku dan beberapa teman mencoba untuk mensupport giat mereka ini, hanya sebatas apa yang aku bisa lakukan ketika itu.
Tak berhenti di situ, 2 minggu kemudian masih dengan tema yang sama kembali lagi aku diajak untuk mensupport kegiatan Penanaman Pohon di Gelora Bung Tomo di Benowo yang menjadi Stadion kebanggaan warga Kota Surabaya yang baru dibangun dengan segala kemegahannya mendampingi keberadaan Stadion Gelora 10 November yang menjadi stadion penuh torehan sejarah dalam perkembangan perjalanan kehidupan klub Sepak Bola kebanggaan Arek Suroboyo Persebaya dan Suporter Pendukungnya. Kali berikut ini harus ada pembuktian apakah sekedar popularitas yang mereka cari, aku mencoba mengenal mereka lebih jauh dengan ikut berkumpul dan duduk dengan mereka membahas segala persiapan kegiatan sosial mereka ini.
Dilanjutkan Ngobrol dengan secangkir kopi bersama mereka, berbagi cerita seputar suporter dan persepakbolaan serta berbagai keinginan mereka (aku yakin ini juga menjadi keinginan dari semua elemen Bonek yang lain) untuk merubah imej negatif yang rasanya sudah menjadi stempel mati yang harus mereka terima dari sebagian besar masyarakat walaupun nyatanya mereka juga adalah bagian dari masyarakat Surabaya itu sendiri. Penolakan secara tidak langsung akan kehadiran mereka di rumah mereka sendiri telah menjadikan jiwa mereka akhirnya keras dan berontak dan terus berteriak "LEK AKU BONEK KOEN KATE LAPO?" untuk mempertahankan sebutan Bonek yang menjadi kebanggaan mereka sebagai pendukung Persebaya yang juga seharusnya didukung sebagai aset kebanggaan milik Suroboyo. Wajahku seperti ditampar keras-keras, kenyataan itu sama persis dengan penolakanku terhadap kecintaan anakku pada semua yang bersentuhan dengan nama Bonek, yang akhirnya menjadikan dia keras dan menentang aku sebagai ibunya. betapa tidak adilnya aku sebagai orang tua juga masyarakat yang mendiskriditkan keberadaan mereka. Aku pulang dan kemudian memeluk kedua anakku dan mengatakan mulai sekarang kamu boleh jadi Bonek.
LEK AKU BONEK AKU KUDU LAPO
Kalimat yang menaruh simpati dan humanis yang mulai aku dengar ketika aku ada di tengah mereka. Membuat aku harus kembali menggali lebih dalam mengenal siapa dan bagaimana BONEK. Aku mulai menyempatkan waktu bagi mereka walau sekedar ngobrol ringan dan menggali terus cerita tentang Bonek untuk memastikan dan semakin menguatkan keyakinkanku bahwa sebagai ibu aku tak seharusnya menaruh prasangka negatif pada anakku yang sekarang ku sebut BONCIL (Bonek Kecil).
Masuk dalam kehidupan dan mulai mengenal dan menjadi bagian dari keseharian mereka ( Saat itu aku tidak mau disebut sebagai Bonita karena aku hanya butuh tempat curhat pada mereka agar aku dapat mengarahkan dan bisa mengimbangi ketika anak-anakku membahas tentang Bonek di rumah) Banyak hal pengetahuan tentang bagaimana suporter itu seharusnya yang aku dapatkan dari Cak Adi, Cak Grandong, Cak Erwin, Cak Januar dan teman-teman lain ketika aku berada di kumpulan anggota mereka Bonek Garis Hijau. Bahkan kegiatan sosial yang dilakukan oleh teman relawan dan aktifis lingkungan lain di Surabaya khususnya mulai terbantu dengan kehadiran mereka seperti Kegiatan Ketabang Menuju Kampung Donor Darah, Penanaman Pohon di Wisata Mangrove Wonorejo, "Merampas" Tas Kresek yang dibawa pengunjung Kebon Binatang Surabaya dan menggantikannya dengan tas kain yang lebih ramah lingkungan dan beberapa lagi aktifitas sosial yang lainnya.
Mereka melakukan banyak hal positif yang tidak banyak di ketahui oleh masyarakat lain dan ekspos media (Berbanding terbalik ketika ada kejadian negatif yang menyangkut Bonek sepertinya menjadi santapan nikmat dan kakap sebagian besar media, sungguh perlakuan sangat tidak berimbang dan tidak adil kurasa saat ini setelah aku mengetahui bagaimana mereka). Setelah melalui berbagai pengalaman dengan mereka, belum juga merubah keinginanku untuk menyandang Predikat Bonita, aku tetaplah aku seorang Ibu dari BONCIL-BONCILku. Hingga suatu saat (3 Juni 2012) aku mendampingi anakku yang ingin menonton pertandingan Persebaya VS Persija di Gelora 10 November. Bersama para sahabat dari Garis Hijau aku duduk di Tribun BB ( yang sekarang di sebut Purwo Gate untuk mengenang Alm. Purwo Adi Utomo korban dari kerusuhan 3 Juni 2012 di Stadion G 10 N).
Aku melihat banyak sekali Bonita dan Boncil yang yang hadir saat itu, ternyata ketika di stadion tidak hanya aku saja wanita dengan anaknya yang mencoba menikmati hiburan pertandingan sepak bola bersama keluarga hiburan dengan biaya yang menurutku masih terbilang murah meriah. Ketika Indonesia Raya dikumandangkan serentak mereka berdiri dan menyanyi dengan lantang dan membentangkan Syal yang dibawa bertuliskan PERSEBAYA, tak luput anakku pun melakukannya.
Jujur harus kukatakan Spirit luar biasa terjadi di saat itu, Semangat Nasionalisme dan penghormatan yang tinggi pada Negara Indonesia melalui Lagu Kebangsaan yang dikumandangkan oleh Bonek dan Bonita yang juga anak anak Negera tetapi tertolak kehadirannya karena cerita yang terdengar tak memberikan mereka ruang yang layak di negeri ini. Letusan letusan senapan berisi gas air mata, masih terngiang hingga sekarang, semburat semua keadaan menjadi kacau, Boncil berteriak menangis, Wanita-wanita dan Bapak-bapak Berlari sambil merangkul anaknya, Bonek dan Bonita berlari berdesak-desakan di tengah gas air mata yang memenuhi tribun itu, akupun harus bertahan dan berlari mencari posisi aman bagiku dan anakku, dalam otakku hanya satu selamatkan anakku. Begitu banyak Bonita dan Boncil yang trauma setelah kejadian itu termasuk anakku.
Aku tidak mau menonton di stadion lagi mama........ Aku takut....Tragis, miris.... aku ibu yang sedang berusaha membahagiakan anakku dengan berusaha memahami apa keinginan dan kecintaannya, aku juga sahabat dari teman teman Bonek dan Bonita yang berusaha melakukan banyak hal untuk citra mereka yang lebih baik tetapi harus menjadi korban kepentingan-kepentingan kelompok tertentu di negeri ini. Ojhok Wedhi Dadi Bonek yo Mbak. Kalimat itu (Terdengar lirih tetapi menguatkan hati dan melindungi ) yang mengiringi aku dan anakku pulang ke rumah setelah beberapa waktu menolong beberapa bonita dan bonek yang tergeletak pingsan akibat kejadian itu.... Dengan perasaan yang berkecamuk dalam hati aku pulang.
BONEK DAN BONITA BUKAN SEKEDAR SUPORTER BIASA
Mungkin itu kalimat tepat untuk mereka, yang harus kuucapkan. Sekarang aku tahu kenapa pemberontakan dan keras itu terbentuk dalam jiwa mereka, aku harus bisa memberi ruang di hatiku untuk mereka, memberi apresiasi, memahami keinginannya, dan berada di sisinya berpikir dan bertindak bersamanya untuk pencitraan lebih baik dan itu semua dimulai dari diriku sendiri merubah pandanganku yang dulu negatif pada mereka dan pada anak anakku ketika mulai berbicara tentang Bonek.
AKHIRNYA AKU MEMILIH MENYANDANG PREDIKAT “BONITA”
Tidak ada kata menyesal ketika akhirnya aku memilih menjadi BONITA. Pencitraan negatif juga terjadi pada wanita-wanita yang menyandang predikat BONITA, dan kali ini aku tidak mau mengulang kesalahanku yang dulu terlalu memandang negatif pada BONEK. Mari sahabat Bonita kita benahi rumah kita, agar tak lagi mereka yang di luar sana melihat kita dengan prasangka negatifnya.
Tulisan ini pernah ku tulis (4 Juni 2012) dan kali ini coba kutuangkan lagi di sini, untuk menguatkan diri ketika kita sebagai Wanita telah memilih jalan ini. Semoga bisa menguatkan para Bonita. KETIKA BONITA MENJADI PILIHAN KITA. Kejadian Kemarin di Stadion Gelora 10 November seharusnya pelajaran berharga yang membukakan mata hati kita sebagai Wanita dan Ibu bagi anak-anak dan dulur dulur kita menjadi Bonita kita tidak boleh lemah. Tidak harus menjadi laki laki untuk menjadi Suporter wanita tangguh. Menjaga dan melindungi BONCIL dalam situasi kemarin adalah pelajaran berharga bagi kita. Bagaimana menjadi seorang Ibu dan wanita yang menyandang predikat BONITA. Pelajaran hidup Bagaimana engkau mempertahankan dirimu, sementara engkau harus melindungi anak anakmu, dan sekaligus menolong dulur dulurmu dalam situasi terdesak sekalipun. Ketika engkau dapat melakukannya, engkau adalah WANITA dan IBU sesungguhnya.....!!!
BONITA harus tangguh, BONITA tak Boleh lemah dan menjadi beban. BONITA tak boleh Cengeng...!!!!!!!! Karena saatnya kelak di antara kita akan ada yang menjadi seorang wanita dan seorang Ibu yg harus berjuang dan bertahan SENDIRI agar anak dan dirimu tetap bisa HIDUP........ Salam 1 Nyali.......!!!!!!!!!
SILAHKAN COPAS DAN BAGIKAN KE MASYARAKAT YANG BENCI DENGAN KAMI