][ MEMBENTENGI HATI ][

   Hati, menurut Nabi Muhammad SAW, ada empat. Hati bersih didalamnya ada lampu bersinar, inilah hati mukmir. Hati hitam terbalik, inilah hati orang yang kafir. Hati yang terbalut, inilah hati munafik. Hati yang dicampur aduk didalamnya ada iman dan nifaq.

   Imam as-Shidiq dalam ushul al-kafi menjelaskan hadis ini. Hati yang putih cemerlang adalah sebagaimana pelita. Ada pun hati yang gelap adalah hati yang kotor dan tertutup. Hati yang putih cemerlang adalah hati orang mukmin, jika diberi kenikmatan ia bersyukur dan ketika dia dipuji dengan bencana atau musibah dia akan bersabar. Hati yang terbalik adalah hati orang musyrik dan hati yang lainnya adalah hati orang munafiq.

   Dan memang kata Nabi dalam hadist lainnya hati itu bisa berbolak-balik setiap saat Rasullah mengumpamakan hati seperti burung. Hati itu seumpama bulu burung yang berada di tanah sahara luas yang di bolak-balikkan angin dari sebelah ke sebelah.

   Dalam Ihya' Ulumudin, Imam Ghozali menyarankan agar kita selalu waspada dan menjaga hati yang selalu berbolak-balik itu dari serangan setan. Kita wajib menjaga hati dari godaan setan sebangsanya. Hati adalah bentengnya dan setan adalah musuh yang siap menyerang dan menguasai benteng tersebut.

   Kita tidak bisa mempertahankan benteng itu dari gempuran para setan kecuali kita menjaga pintu-pintu gerbang dalam diri kita. Jadi kita harus memainkan taktik atau siasat perang dan kita mengetahui dan memahami jalan yang biasa dilalui setan seperti amarah, syahwat, dengki, suka berdandan de el el.

   Untuk menangkis serangan setan itu selain berdzikir, berdoa, berusaha. Kita harus mempertimbangkan manfaat dan mudhorot yang hendak kita lakukan, agar hati kita tetap putih bersinar. Sebagai contohnya makan jelas bermanfaat bagi kelangsungan hidup kita, namun jika berlebihan bisa berakibat pada hal-hal yang negatif. Imam Al Ghozali mengatakan banyak makan itu menyebabkan enam pekerti tercela :

1. Menghilangkan takut kepada Allah dari hati kita.
2. Melenyapkan kasih sayang kepada makhluk lain.
3. Tidak bisa menangkap dan merasakan halusnya kata hikmah.
4. Nasihat-nasihatnya tak bisa diserap ke dalam hati pendengarannya.
5. Menyebabkan rasa malas beribadah dan membangkitkan berbagai macam penyakit.